:::: MENU ::::

Jumat, 22 Juli 2016

Richard Heinberg
Lima Aksioma dari Konsep Keberlanjutan
Sebagai kontribusi pada perbaikan konsep ini, saya membuat lima aksioma (self-evident truths) dari konsep keberlanjutan. Tujuan saya sederhana, yakni menyaring ide-ide yang sudah diajukan sebelumnya dan menyampaikannya dengan ringkas dan mudah dipahami.
Dalam memformulasikan aksioma tersebut, saya mempunyai kriteria sebagai berikut:
-          Untuk disebut sebagai aksioma, sebuah pernyataan harus mampu diuji menggunakan metode ilmiah.
-          Secara kolektif, satu rangkaian aksioma bermaksud menjelaskan keberlanjutan seminimal mungkin (tanpa melebih-lebihkan).
-          Pada saat bersamaan, aksioma harus mencukupi, tanpa membuat keraguan yang besar.
-          Aksioma harus dikatakan dalam kata-kata yang mudah dimengerti orang awam.

Berikut aksioma-aksioma yang diikuti dengan diskusi singkat di setiap poinnya:

Aksioma Pertama
Setiap masyarakat yang melanjutkan penggunan sumberdaya kritis yang tak-berkelanjutan akan runtuh.
Pengecualian: Masyarakat bisa menghindarinya dengan mencari sumber daya pengganti.
Batas pengecualian: dalam dunia yang terbatas, jumlah pengganti yang memungkinkan juga terbatas.
Arkeolog Joseph Tainter, dalam studi klasiknya The Collapse of Complex Societies (1988), mendemonstrasikan bahwa keruntuhan selalu berkala, jika bukan takdir universal dari masyarakat kompleks dan mengatakan bahwa keruntuhan adalah hasil akibat menolak mengusahakan kembali peningkatan tingkat kompleksitas kemasyarakat menggunakan energi yang dihasilkan lingkungan. Buku populer karangan Jared Diamond Collapse: How Societies Choose To Fail Or Succed (2005) mengatakan argumen yang serupa bahwa keruntuhan adalah takdir umum masyarakat yang mengabaikan desakan soal energi.
Aksioma ini menjelaskan ‘keberlanjutan’ melalui dampak dari pengabaiannya –hingga akhirnya, runtuh. Tainter menjelaskan keruntuhan sebagai reduksi dalam kompleksitas sosial –yang, menekan masyarakat mengenai ukuran populasinya, kecanggihan teknologi, tingkat konsumsi, dan keragaman dalam peran sosialnya. Secara sejarah, keruntuhan kadang kala berarti penolakan yang mendalam masyarakat yang dibawa oleh kekacauan, perang, wabah, ataupun paceklik. Bagaimanapun, keruntuhan juga bisa terjadi secara bertahap dalam beberapa dekade atau abad. Juga ada kemungkinan teoritis yang mengatakan bahwa masyarakat mampu memilih untuk mengurangi kompleksitas ini dalam kebiasaan yang terkontrol secara bertahap.
Saat bisa dikatakan bahwa masyarakat mampu memilih untuk berubah ketimbang runtuh, satu-satunya pilihan yang akan mempengaruhi hasil secara substantif adalah memangkas penggunaan sumberdaya kritis yang tak-berkelanjutan atau mencari sumber daya pengganti.
Automobilized Horse. (sumber: crudeoilpeak.info)
Masyarakat yang menggunakan sumber daya berkelanjutan mungkin runtuh dengan alasan lain, melalui kontrol masyarakat (sebagai hasil dari bencana alam yang membinasakannya atau penaklukan dari golongan lain yang lebih agresif), jadi tidak bisa dikatakan bahwa sebuah masyarakat yang berkelanjutan kebal terhadap keruntuhan kecuali seluruh kondisi untuk keberlanjutan terpenuhi. Aksioma pertama ini fokus terhadap konsumsi sumber daya karena ini menentukan ketahanan hidup masyarakat dalam jangka panjang secara menentu, kuantitif, dan mendasar.
Pertanyaan mengenai apa yang membuat penggunaan sumber daya dikatakan berkelanjutan atau tidak akan dijelaskan pada aksioma tiga dan empat.
Sumberdaya kritis adalah yang terpenting dalam memelihara kehidupan dan dasar fungsi sosial –termasuk (tapi tidak terbatas pada) air dan sumberdaya lain yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan dan energi yang berguna.
‘Pengecualian’ dan ‘batas pengecualian’ aksioma pertama mengarah pada argumen umum dari pakar ekonomi pasar bebas bahwa sumber daya alternatif tersebut terbatas adanya, dan bahwa masyarakat modern yang dikendalikan pasar ini perlu dicegah untuk menghadapi krisis sumber daya, meskipun tingkat konsumsi mereka terus menanjak. Secara singkat, sumber daya pengganti menjadi siap tersedia dan bahkan lebih superior, seperti dalam kasus pertengahan abad 19 saat kerosene dari petroleum menggantikan minyak paus sebagai bahan bakar lampu. Dalam kasus lain, pergantian malah lebih buruk, seperti pergantian minyak pasir (oil sands) sebagai pengganti petroleum konvensional, padahal minyak pasir tersebut kerapatan energinya rendah, membutuhkan lebih banyak energi untuk memprosesnya, dan menghasilkan lebih banyak emisi karbon. Seiring waktu berganti, masyarakat akan memilih untuk menghabiskan sumber daya pengganti terlebih dahulu yang lebih besar dan mudah didapat, hingga keduanya ekuivalen, dan secara berangsur akan tergantung kepada pengganti yang lebih buruk tersebut untuk mengganti sumber daya yang mulai habis –kecuali kalau mereka memeriksa tingkat konsumsi mereka sendiri.
 
Aksioma Kedua
Pertumbuhan populasi dan/atau pertumbuhan dalam tingkat konsumsi sumber daya tidak dapat terus-menerus.
Pertumbuhan populasi manusia terus menanjak hingga saat ini. Bagaimana kita bisa yakin ini bisa berhenti di masa depan yang tak tentu? Aritmetika sederhana bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa dengan pertumbuhan yang kecil sekalipun, jika berlanjut, akan menambahkan dengan besaran tak terkira –dan tak bisa didukung lagi dengan perencanaan— terhadap ukuran populasi dan tingkat konsumsi. Contohnya, 1 persen tingkat pertumbuhan populasi manusia saat ini (pertumbuhan yang aktual terjadi sudah melebihinya) akan menghasilkan dua kali lipat populasi pada 70 tahun mendatang. Maka, Bumi pada tahun 2075 akan menjadi rumah bagi 13 milyar manusia; pada 2145, akan menjadi 26 milyar; dan seterusnya. Di tahun 3050, setiap orang akan mendapatkan satu meter persegi permukaan bumi (termasuk gunung dan gurun). Kelihatannya, tidak ada yang menyangka keadaan ini –dalam beberapa poin, populasi  manusia akan turun. Mirip dengan perhitungan yang diaplikasikan untuk tingkat konsumsi.

0 komentar:

Posting Komentar