:::: MENU ::::

Kamis, 17 November 2016


                Aku.... Jika aku.... Apa itu aku.....

                Sebelum aku menyebut diriku dengan ‘aku’, maka beberapa hal harus dipertimbangkan. Kata ‘aku’ sejauh ini hanya dipakai oleh manusia. Bukan sebagai sekedar penunjuk ‘subyek’ saja, namun ‘subyek yang berkuasa’ atas dirinya sendiri. Bagaimana dengan kucing? Apa kucing yang berkaki empat dan sedang berbicara ini berhak untuk memanggil dirinya ‘aku’?

                Coba kau lihat, ‘aku’ dipakai oleh manusia, tapi hanya beberapa saja di antara mereka. Perempuan, buruh, menyebut dirinya sebagai ‘kami’. Hillary Clinton lebih banyak memakai kata ‘kami’. Anak kecil biasa menyebut diri mereka sendiri dengan nama mereka, “Rafi”, “Anggi”, “Tito”, dan seterusnya. Masyarakat Hindia Belanda, lihatlah mereka menggunakan kata ‘kami’ saat masih dijajah. Barulah setelah merdeka perbincangan dengan kata ‘kami’ perlahan menghilang. Mereka yang memakai kata ‘kami’ adalah manusia yang masih tidak mampu kekuatan atas dirinya sendiri, membuat keputusan sendiri, biasanya adalah mereka yang juga dipinggirkan.

                Tapi Donald Trump banyak memakai ‘Aku’. Dia berkuasa atas dirinya sendiri dan berhak menguasai yang lain.

                Lalu, kucing kampung ini sedang meminta diri tanpa ijin untuk memanggil dirinya sendiri sebagai ‘aku’. Bukan tanpa alasan: mataku sudah buta satu, badanku penuh goresan, sebagian badanku botak karena luka perkelahian. Aku berhak mengatakan ‘aku’, karena telah banyak pertarungan yang telah kumenangkan dan kadang berakhir kekalahan. Aku tak akan mengatakan ‘kami’, seperti para manusia dekaden itu. Lagipula aku bukan makhluk sosial.
Garfield


                Bukan aku kucing yang pertama kali mengatakan aku, Garfield, si kucing borjuis pemalas itu yang memberanikan diri menamakan dirinya ‘aku’. Meski dia masih meong-meong untuk minta sereal susu ke majikannya. Aku lebih suka Felix, dia jauh lebih lincah dan independent, menari-nari dengan pacarnya di dekat tong sampah. Namun dia juga jarang menamai dirinya 'aku'. Lihatlah Tom, kucing rendah hati, lebih banyak diam dan tidak mengatakan apa-apa, sebab jangankan punya kuasa memanggil ‘aku’, bahkan ketergantungannya pada manusia membuatnya tidak berhak untuk bicara.

                Aku yang lebih berhak dari Garfield, aku mencari makan di tong sampah, aku menentukan wanita yang akan kukawini, bertengkar hingga robek kulit di perutku dengan kekasihnya yang dahulu. Dan untuk Tom, lebih baik kau kabur dari tikus jelek bernama Jerry itu dan hidup di jalanan, asal jangan bergerombol seperti kucing-kucing bodoh yang ada di perempatan. Mereka adalah gerombolan.

               Hiduplah sepertiku, Tom dan kucing-kucing lain. Lihatlah saudara tua kita. Simba, Alex Madagascar, hingga Hobbes (teman Calvin), spesies kucing besar yang sudah berani memakai kata ‘aku’. Kapan kiranya kucing seperti kita bisa seperti mereka. Mereka adalah masa depan kita.