Berbagai bidang
pekerjaan dan strata pun ada untuk menjadikan kehidupan manusia tetap bermakna. Mulai menjadi buruh, pedagang kaki lima,
pegawai negeri, hingga menjadi pemimpin negara. Beberapa profesi mengharuskan
untuk bekerja keras siang dan malam untuk mendapatkan upah yang pas-pasan.
Sebagian lainnya mendapat uang
berlimpah dengan hanya sebatas memanajemen dan
menyumbangkan isi kepala pada
suatu pekerjaan. Bahkan dalam beberapa hal, kita bisa
menemui manusia mempertaruhkan nyawanya untuk bekerja menghidupi keluarganya
atau sekedar mengangkat harga diri keluarganya.
Pekerjaan yang ada hanya sebatas memenuhi kebutuhan material untuk tetap
eksis dalam dunia. Ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia ini fana, tidak
abadi, kebanyakan orang menjadi lemas, sadar bahwa pekerjaannnya tidak terlalu
berarti. Mendadak mereka merasa pekerjaannya sekedar formalitas dalam menjalani
kehidupan yang singkat ini. Kemudian, kehadiran agama tiba-tiba menjadi penawar
sekaligus candu ketidakabadian dunia dengan menawarkan dunia akhirat yang kekal
–lepas dari dunia jasadi yang fana. Sebagian orang dengan pikir pendek kemudian
mengisi sepanjang hari dengan ibadah untuk mendapatkan imbalan keabadian di
surga. Namun, apakah keabadian tidak bisa didapatkan di dunia fana?
Dalam suatu film
berjudul “Troy” mungkin bisa menjawab pertanyaan itu. Achilles, seorang pemuda Yunani, digambarkan tidak
mempunyai rasa takut saat berperang. Dalam satu adegan, dia berpamitan kepada ibunya sebelum berangkat
berperang ke kota Troya. Layaknya seorang ibu, dia mengkhawatirkan
Achilles akan mati di medan perang. Achilles
tetap bersikukuh untuk berangkat berperang dan ingin mendapatkan kemenangan di
sana. Achilles tidak takut kematian, dia hanya ingin mengejar keabadian namanya
dalam perang. Dalam narasinya dia berkata bahwa tidak ada manusia yang abadi, pekerjaan yang dilakukan semasa hidup manusialah yang membuat manusia
itu abadi. Yang dimaksud Achilles
adalah kendati manusia tidak bisa menghindar dari kematian dari kematian
jasadnya, namun mereka mempunyai kesempatan mengabadikan namanya melalui jasa
semasa hidup. Akhirnya dia berangkat menuju Troya dengan
motivasi mengabadikan namanya dengan menjadi pahlawan perang. Dan keinginan
Achilles untuk mengabadikan namanya sudah tercapai, dia membunuh Hector –Pangeran Troya.
Dalam percakapan
Achilles dengan ibunya, manusia
menganggap bahwa kefanaan jasad adalah sebuah derita. Akhirnya mereka mencari
cara untuk eksis di dunia lebih lama dari umur kehidupannya. Dalam hal ini,
Achilles memilih mengabadikan namanya dengan menjadi pahlawan perang. Di bidang
lain, penulis menulis karya untuk mengenalkan dirinya di masa depan.
Pesepakbola ingin meraih trofi untuk bisa masuk dalam rentetan nama pemenang
sebelumnya. Mungkin inilah esensi kehidupan.
Manusia-manusia ambisius akan melakukan apa saja agar mereka tidak mudah
dilupakan –minimal oleh keluarganya.
Pada kasus yang lebih sederhana, para suami bekerja
untuk mendapatkan status penting di lingkungan ketika perekonomian keluarganya
terangkat. Para pahlawan kemerdekaan berperang melawan penjajah agar namanya
bisa dikenang anak cucu, atau bahkan bangsanya. Para arsitek yang berlomba
menciptakan proyek master piece-nya. Dan pejabat pun ingin namanya dikenal dan dikenang. Seperti halnya
film G30S PKI yang wajib ditonton pada masa Orde Baru. Soeharto juga ingin
mengabadikan namanya lewat film itu. Di samping untuk dokumentasi sebagai “pelajaran-historis” bangsa ini selanjutnya.
Munculnya uban, kendurnya kulit, merabunnya pandangan mata, kakunya
tulang punggung, akan selalu menjadi derita bagi manusia. Jasad tidak mampu
bertahan selamanya. Manusia mencari jalan lain untuk mengabadikan dirinya.
Keabadian di dunia fana memang berbeda dengan di surga. Mereka yang masyhur di
dunia tidak merasakan kepuasan secara terus-menerus ketika di akhirat (jika
memang ada). Karena kepuasan hanyalah sebagian dari nafsu yang akan ikut
menghilang saat berakhirnya kehidupan. Sedangkan keabadian yang ditawarkan di
surga digambarkan bersifat memuaskan sepanjang waktu. Sekilas memang lebih
menggiurkan keabadian yang ditawarkan oleh Tuhan di surga. Namun, apakah benar
manusia masih mencari rasa puas (pengejewantahan dari nafsu) di surga? Wallahu alam.
0 komentar:
Posting Komentar