Iklan mie instan yang saya pilih untuk ditelaah ini adalah iklan Mie Sedaap yang terbaru. Secara singkat, bisa saya ceritakan latarnya adalah demikian: Beberapa keluarga sedang berkumpul di sebuah rumah. Disana mereka melakukan aktivitas bersama yang cenderung menyenangkan seperti berenang, bernyanyi, berkumpul dan berbincang diiringi dengan banyak tawa. Rumah yang dijadikan latar tempat adalah sebuah rumah dengan fasilitas dapur bersih, kolam renang, taman, juga balkon di lantai dua. Perkumpulan yang saya rasa lebih dari sepuluh orang ini memilih mie instan sebagai hidangan utama yang disajikan.
Mari
kita bicarakan satu persatu makna yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan
kepada para pemirsa sekaligus target konsumennya dalam layar kaca televisi ini.
Pertama, adalah lagu “Siapa yang Suka” yang dijadikan backsound: lagu ini sudah cukup populer dan mempunyai lirik yang
sederhana, sehingga dalam iklan, lagu ini cukup mudah dinyanyikan oleh
sekumpulan anak kecil dengan menggunakan instrumen musik yang sederhana pula
(gitar kecil dan piano tiup). Sekumpulan anak kecil yang sedang bernyanyi di
taman inilah yang memulai lirik pertama lagu: “Mie sedap siapa yang suka?” Sebuah
lirik yang lebih mudah kita dengar bersifat persuasif, bukan sebuah pertanyaan
murni. Pertanyaan yang mengajak ini kemudian ditanggapi oleh remaja di balkon
lantai dua: “Mie Sedaap semuanya suka”. Disini ada sebuah misi yang dilancarkan
pembuat iklan untuk membuat pemirsa menganggap bahwa produk mereka sebagai
selera universal (setidak-tidaknya dalam keluarga ini). Dalam sebuah
perkumpulan keluarga, tuan rumah bisa saja terjebak dalam kebingungan memilih
menu yang pas bagi seluruh anggota keluarga. Kebingungan yang pasti adalah antara
memilih satu menu yang dianggap cocok dengan selera seluruh anggota keluarga
atau memilih menyediakan beragam menu demi mengakomodasi selera yang
berbeda-beda dari setiap anggota. Produk mie instan digambarkan sebagai satu
menu yang dianggap cocok untuk mendamaikan kebingungan ini. Produk ini hadir
dalam berbagai rasa, namun dengan penyajian yang tidak rumit, dia hadir sebagai
solusi dari keberagaman selera konsumen.
Tidak
berhenti disana, kita bisa meneruskan pencarian makna dari setiap tanda yang
disajikan oleh iklan dengan durasi kurang dari 30 detik ini. Mungkin kita juga
mulai bertanya pada diri sendiri mengapa harus susah payah menggeledah iklan ini,
sedangkan produk yang diiklankan sudah kita kenal ini tampil dengan cara yang
sederhana dalam sebuah bungkusan. Sebuah produk, hadir dalam masyarakat bukan
hanya berupa bungkus plastik, namun juga beserta imaji-imaji yang menyertainya,
mereka hadir dengan ilusi yang mengatakan bahwa mereka adalah barang yang
diperlukan. Dalam iklan ini, kita sudah membicarakan bahwa mie instan adalah
sebuah solusi yang ditemukan untuk menghadapi kebingungan kita dengan
keberagaman selera. Lebih dari itu, iklan sebenarnya juga menyisipkan cita-cita
setiap individu untuk menarik konsumennya sekalipun tidak berhubungan langsung
dengan produk mereka. Kita bisa melihat hal ini pada iklan ini dan banyak iklan
lainnya, pada iklan sabun kecantikan misalnya: kita dihadapkan pada sebuah
wanita berkulit cerah dan mulus yang mandi dengan busa yang melimpah, makna
busa disini tidak hanya menunjukkan kebersihan, namun juga sebuah kemewahan/luxury, sebuah imaji yang didukung oleh
tempat mandi bathup (sedangkan di
Indonesia, mayoritas masih memakai gayung), juga kamar mandi yang memilih warna
putih, merah maroon, atau juga ungu, sesuai warna tema sabun. Ada sebuah
cita-cita masyarakat yang ingin difasilitasi oleh iklan, cita-cita universal
ini adalah “cita-cita untuk menjadi borjuis”. Sejak persamaan hak didengungkan
sebagai objek yang diperjuangkan, beberapa masyarakat dari kalangan menengah ke
bawah memaknainya sebagai terbukanya pintu untuk menjadi borjuis. Perusahaan
dari berbagai produk meresponnya dengan baik dengan menampilkan produknya
sebagai sarana-sarana menuju borjuasi. Mereka mengatakan kepada masyarakat
bahwa, “Orang kaya memakai ini. Tapi bukan hanya mereka yang berhak memilikinya,
anda juga.” Setidaknya itulah saya lihat pada iklan sabun kecantikan, shampoo, barang elektronik, tupperware, properti, juga mie instan
yang akan segera kita bahas kedoknya sebentar lagi.
Latar
tempat dan para pemeran dalam hal ini yang menandai cita-cita borjuasi dalam
iklan. Iklan produk ini mengambil latar tempat di sebuah rumah berfasilitas
lengkap untuk memungkinkan sebuah kebahagian (semu). Sebuah rumah dengan area
taman yang luas dan rindangnya pepohonan lengkap dengan balkon untuk menikmati
pemandangan dari lantai dua, rumput yang tercukur rapi, dan juga kolam renang,
serta dapur bersih. Para pemeran juga dipilih dari lintas generasi, sejak anak
kecil, remaja, dewasa, hingga setengah baya. Dengan asumsi bahwa mereka adalah
keluarga besar, mereka adalah contoh ideal untuk menggambarkan kebahagiaan
bersama. Di Indonesia, keluarga tidak sekedar memiliki arti dalam kaitan masa
lalu, namun juga bisa menjadi sebuah cita-cita. Kita sering mendengar cita-cita
teman kita yang hanya ingin membahagiakan orang tuanya, memiliki anak yang
sehat, tampan, dan cantik juga termasuk dalam cita-cita mereka. Inilah yang
coba ditampilkan oleh produk ini. Sebuah cita-cita konsumen, yang dengannya
mereka menampilkan bukan keadaan asli target konsumen, namun apa yang
diinginkan konsumen dalam kehidupannya. Mereka juga dengan rendah hati memakai
gagasan bahwa produk mereka bukanlah segalanya, namun hanya sebagian kecil dari
cita-cita konsumen. Pembuat iklan ingin konsumen melihat produknya sebagai simbol
dari cita-cita yang mungkin tidak akan pernah mereka capai. Bagi saya, setelah
konsumen membeli dan memakai produknya yang tentu saja tidak akan mengantar
mereka pada kondisi yang diinginkannya secara instan, maka pembuat iklan akan
memakai semacam argumen, “Anda memang tidak bisa memiliki keluarga besar yang
rukun, kolam renang, dan taman yang rindang, namun setidaknya anda bisa memakan
apa yang juga mereka makan.”
Hal
menarik yang kita dapat pada iklan adalah bahwa mereka mencitrakan produk
mereka menggunakan cara yang bahkan asing bagi mereka. Kita lihat pada scene
selanjutnya. Ada sebuah adonan bahan dasar mie instan yang sedang ditekan-tekan
dengan kedua tangan, sebuah proses yang bertujuan untuk melembutkan adonan
sehingga tidak macet saat digiling dan dibentuk menjadi mie. Selanjutnya
setelah berbentuk menjadi mie, tangan itu kemudian menguraikannya. Kita tahu
bahwa produksi mie instan dalam skala besar tidak akan menggunakan kerja manual
seperti yang ditampilkan ini, saya sendiri pernah melihat proses seperti ini saat
pengusaha kecil rumahan membuat mie ayam di rumahnya dalam skala produksi kecil,
sekecil rumahnya. Namun, kita tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah bentuk
kebohongan dari iklan (karena semua iklan adalah bohong secara harfiah). Kita
bisa menganggapnya sebagai pencitraan produknya: tangan, dalam scene ini
melambangkan sebuah usaha keras dalam membuat produk, tangan ini kemudian juga
bisa diartikan sebagai kelembutan dan ketelatenan jika tampil bersama adonan
bahan dasar mie. Scene selanjutnya saat mie diurai yang menghasilkan bentuk mie
membentuk mirip getaran amplitudo menandakan bahwa struktur mie bersifat kenyal
dan sekaligus tidak mudah patah (sebuah kata yang juga dekat dengan kata rapuh
dan mudah rusak).
Ada pula
adegan dimana layar dibagi menjadi dua bagian, satu bagian menampilkan bungkus
mie instan, dan yang lainnya menampilkan beragam bumbu: rempah-rempah yang
terlempar menuju ke arah muka pemirsa, sepotong jeruk nipis segar dengan air
jeruknya yang menetes, lalu bawang merah dalam saringan yang direndam air, bahkan
juga kelapa muda yang terbelah (satu-satunya komponen yang bahkan tidak ada
dalam komposisi atau rasa mie instan). Semua bumbu ini menunjukkan mie instan
secara asali. Pembuat iklan mencoba berbicara bahwa dalam sebungkus mie instan,
terdapat bumbu-bumbu dapur yang telah diolah. Bumbu-bumbu dapur ini digambarkan
dalam kondisi segar yang ditunjukkan dengan rempah-rempah yang terlempar, air
yang berkecipak, menetes, dan menyembur dari masing-masing bumbu masakan. Imaji
yang sempurnya untuk menggambarkan kerja keras, kesegaran yang tersaji dalam sebungkus
makanan.[]
0 komentar:
Posting Komentar