Laki-laki menyukai teka-teki. Dan karena itulah dia tidak
menyukai wanita yang banyak bicara. Ketika wanita berbicara, ada dua
kemungkinan yang ada dalam otaknya: menggurui, atau muntah. Aku tidak mengerti
kenapa mereka memperlakukan laki-laki sebagai orang yang benar-benar peduli
dengan masalah mereka saat mereka menceritakan seluruh detail masalahnya. Mulut
mereka besar, tapi telinga mereka buntu.
Mungkin
ini salahku sendiri karena terlalu banyak mendengarkan lagu-lagu romantis Iwan
Fals. Salah satunya berjudul 22 Januari. Dalam liriknya, sudah bisa ditebak
bahwa si wanita adalah pendiam. Tidak ada percakapan di antara mereka berdua.
Bagian yang paling aku suka adalah bait yang menceritakan mereka berdua
berjalan berdampingan di malam hari. Saat itu diceritakan sedang mendung. Saat
mereka asyik jalan, keluarlah satu-satunya kata dari mulut si lelaki, “Sebentar
lagi hujan.” Aku tidak tahu apakah kata-kata itu sebagai ajakan untuk pulang
karena mereka tidak membawa payung, ataukah tanda kegirangan dari si lelaki
karena akan berbagi kehangatan di tengah dinginnya hujan sembari berteduh di
pinggir jalan. Aku sendiri membayangkan mereka berteduh di halte bus yang sudah
sepi sambil duduk berdekatan, kehangatan tubuh masing-masing tersalurkan dari
genggaman tangan mereka. Karena lagu inilah aku berkeyakinan bahwa Iwan Fals
mempunyai selera wanita yang sama denganku, hahaha.
Aku
rasa semua orang setuju bahwa kita harus adil terhadap tubuh yang diberikan
Tuhan kepada kita. Kita diberi lima indera, mata, telinga, lidah, kulit, dan
hidung. Kelima indera ini diciptakan Tuhan sebagai bekal manusia untuk memahami
apa yang di luar dirinya. Wanita tidak bisa bertindak tidak adil dengan memaksa
laki-laki mengeksploitasi indera pendengarannya, telinga juga bisa letih dan
syaraf-syaraf otak masih harus memikirkan rangsangan dari keempat indera
lainnya.
Berkomunikasi seharusnya tidak
melulu dengan bahasa lisan dan teks, terlebih lagi untuk sepasang kekasih yang
mengaku sudah mengerti satu sama lain. Lagipula, aku rasa kenikmatan saat
bercinta terlalu abstrak untuk digambarkan melalui bahasa apapun. Lihatlah,
kamus bahasa indonesia hanya setebal tujuh centimeter, bahkan masih kurang
tebal jika dibuat bantalan tidur.
Kita kemudian harus mulai
memikirkan kembali cara berkomunikasi antar pasangan. Aku ingin menatap mata
beningmu yang konon bisa menerawang jauh ke lubuk hati. Kulitku ingin merasa
dicintai dengan belaian lembut tanganmu, dia juga tidak pernah keberatan jika
harus ditampar jika sesekali pantas menerimanya. Hidungku juga ingin menghafal
bau tubuhmu agar aku bisa menebak parfum apa yang sering kau pakai. Lidahku
ingin merasakan masakanmu yang katanya sering kau beri bumbu cinta. Apapun
pendapatmu tentang kegombalan ini, yang pasti sepasang kekasih tidak sepantasnya
mengerti apa yang dirasakan pasangannya hanya melalui bahasa lisan dan teks.
Dengan itu kita bisa berpendapat bahwa seorang bisu sekalipun masih layak
mendapatkan cinta.
koen leh leh
BalasHapus