Saat aku mengatakan aku mencintaimu, aku
tidak pernah mempunyai maksud tersirat bahwa aku akan menikahimu. Kebanyakan
orang terlalu muluk-muluk mempercayai kata-kata hingga tidak menyadari jika
ternyata pemaknaannya berlebihan. Aku hanya mengatakan, “Aku mencintaimu”, dan
kau bertindak seakan-akan mendengar, “Aku ingin hidup selamanya denganmu”?
Bagaimana bisa kau mengartikannya seperti itu jika kau tidak berlebihan?
Wanita
butuh janji –seperti juga kau, meskipun sebenarnya kau tahu bahwa janji itu
hanya penghibur bagimu, kau cukup berpengalaman dengan pengingkaran kan? Lihatlah
dunia luar, begitu banyak wanita, begitu banyak hal indah. Kita tidak bisa
menjamin bahwa suatu saat nanti kita bisa jatuh cinta kepada orang lain selain kita.
Pada awalnya, kita juga mengira untuk tetap mencintai satu hal saja –sebelum
hal lain tiba-tiba membuat kita takluk kembali. Seperti saat aku tiba-tiba
mencintaimu, dengan mudah aku meninggalkan cintaku yang dahulu.
Tapi
aku tidak menyalahkanmu. Saat ini aku adalah kekasihmu, kau
pantas berharap seperti itu. Hubungan selalu mengekang
bukan? Jika tidak mengekang, hubungan akan kehilangan makna. Seperti saat aku
dilahirkan sebagai anak oleh ibuku, maka aku dikekang untuk tinggal bersamanya. Saat
aku dianggap sebagai murid oleh guruku, maka aku dituntut untuk belajar hanya darinya. Saat aku mengaku beragama Islam, maka aku dituntut
untuk melakukan lima rukun Islam. Saat aku menjadi rakyat Indonesia, maka aku dituntut
untuk tidak memiliki kewarganegaraan lain. Dan saat aku
menjadi kekasihmu, secara langsung aku dituntut untuk tidak mencintai yang
lain.
Iya,
kamu benar. Aku harus tidak mencintai orang lain. “Tidak bisa dikatakan
cinta jika mendua,” kata orang lain di sekelilingku yang gencar menolak poligami. Memberikan hati pada
lebih dari satu orang sama saja melacurkan diri sendiri. Kami bisa dibilang
laki-laki murahan karena bisa jatuh cinta kepada beberapa orang sekaligus.
Namun, bukan kita yang mengendalikan kepada siapa kita jatuh cinta, dan mungkin kita bisa tidak sengaja saat jatuh cinta, seperti
saat aku jatuh cinta padamu. Jika saja kau ingin menyamakan dengan pelacur, aku
menganggap bahwa pada kadar tertentu bisa dibilang sama. Pelacur dan pejatuh
cinta sama-sama tidak sengaja atau bahkan terpaksa melakukan hal-hal yang tidak
disukai masyarakat umum.
Jangan
kau bilang bahwa pelacur itu hina. Yang menghinakan dia hanya mereka yang juga
menginginkan aroma vagina –namun terkendala norma. Para penghina pelacur
sebenarnya lebih hina karena mereka sedang menghina orang yang ingin menafkahi
keluarga. Para pelacur bingung karena
selalu membentur tembok tinggi birokrasi saat mencari
pekerjaan. Mereka tidak mempunyai relasi yang cukup untuk melakukan tindakan
nepotisme. Lalu para pelacur kembali ke kamar dari kantor yang telah menolaknya,
dia berdiri di depan cermin dan berkata, “Aku cuma mempunyai tubuh ini untuk
mencari kerja. Dan sepertinya para petinggi birokrasi ingin melihatnya tanpa
busana.” Salahkah mereka? Birokrasi yang penuh nepotisme yang mengajarkan
mereka menjadi pelacur.
Maka
jangan kau salahkan kepada siapa kita jatuh cinta. Hapuskan pikiran bahwa jatuh
cinta pada dua hati dan pelacuran adalah hal yang keji. Terlalu naif segala justifikasi mengenai baik dan
buruk, keduanya hanya masalah nasib. Terlalu banyak
faktor yang nantinya seakan meniadakan niat awal kita dan memaksa untuk
terlibat dalam kenyataan mainstream. Percayalah.
0 komentar:
Posting Komentar