Jika kita tidak saling mengajukan permintaan, kita tidak dapat saling
mencintai atau bekerja.
Kutipan di atas adalah kalimat
yang dituliskan Phillip Hill dalam bukunya “Lacan untuk Pemula”. Tulisan itu tampil
bersama ilustrasi dan digambarkan sedang diucapkan oleh laki-laki bersayap
(malaikat) kepada seorang perempuan. Bibir mereka berdua berdekatan sebagai
tanda mereka adalah sepasang kekasih.
Permintaan
seperti dalam perspektif Lacan adalah permintaan tentang sesuatu yang tidak ada.
Hill menyontohkan dengan baik tentang ini dengan menggambarkan seorang bocah
yang meminta barang kepada orang tuanya. Bocah meminta cokelat, orang tua
menyanggupi. Lima menit kemudian bocah meminta pisang, orang tua masih
menyanggupi. Kemudian bocah meminta biskuit, orang tuanya menaruh biskuit ke
mulutnya. Saya yakin bocah itu akan meminta obyek-obyek yang lain, jika saja
mulutnya tidak disumpal biskuit.
Dan
cinta, mirip dengan permintaan yang dilancarkan si bocah. Kata “Aku rindu
padamu” yang dikatakan oleh pasangan kita (maaf untuk yang masih jomblo) adalah
keinginan untuk bertemu. Namun, bersamaan dengan itu, sebenarnya dia juga
mengatakan bahwa dia sedang tersiksa dengan ketidakhadiran pasangannya. Lantas
kemudian, tidak ada yang menjamin setelah mereka bertemu, tidak akan ada
permintaan yang dilancarkan oleh masing-masing pasangan. Sensasi rindu yang
hilang kemudian berganti menjadi permintaan lainnya, seperti: ajakan makan
malam, shopping.
Cinta
menemukan bentuknya dengan saling mengajukan permintaan kepada pasangannya. Begitu
banyaknya permintaan yang dilancarkan ini terkadang memunculkan anggapan bahwa setiap
orang selalu bersikap manja kepada pasangannya. Anggapan ini tentu diucapkan
oleh orang ketiga serba tidak tahu (sahabat, teman, atau konsultan cinta). Saya
rasa itu wajar karena mereka yang mengerti arti permintaan dalam percintaan
adalah orang yang sedang bercinta. Orang lain mungkin akan menganggap mereka
yang sedang bercinta sebagai anak kecil (karena manja), atau bahkan sebagai budak
(karena terus-menerus menyanggupi permintaan pasangannya). Keadaan ini sebenarnya
wajar, bahkan pun jika permintaan yang diajukan tidak rasional, karena pada
dasarnya setiap pasangan sedang ingin menguji seberapa besar kemampuan
pasangannya untuk mengabulkan permintaan. Sebaliknya, saat pasangan tidak
saling mengajukan permintaan, maka cinta tidak akan bermakna lagi dan mereka menganggap
bahwa cinta tidak akan berguna lagi bagi dirinya.
Para individualis seringkali bermasalah dengan
konsep ini, karena mereka mungkin tidak bisa menemukan alasan mengapa mencintai
orang lain, mereka merasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Orang
lain mungkin hanya beban. Jikapun mereka sedang berpacaran, maka mereka tentu
akan mengeluh saat mereka diserang permintaan oleh pasangannya. Dalam
pikirannya akan timbul pernyataan, “Aku tidak pernah butuh apapun darinya, mengapa
aku harus mencukupi kebutuhannya?” Orang seperti ini sepenuhnya masih belum
menyadari kebutuhannya. Sekurang-kurangnya, manusia membutuhkan orang lain
untuk dicintai, bahkan untuk sekedar pemuasan biologis. Pada saatnya dia sadar,
dia akan mencari pasangannya. Bagaimanapun, intensitas permintaan yang
dilancarkan seseorang bisa menjadi parameter betapa besar cintanya.
Catatan: Jangan kira dengan tulisan ini, anda menganggap saya
bercita-cita menjadi konsultan cinta layaknya Mario Teguh. Saya menulis ini saat sedang buntu
merevisi proposal skripsi. Saya menemukan bahwa menulis blog lebih gampang
daripada menulis skripsi. Cita-cita saya jangka pendek ini masih tetap menjadi
seorang Insinyur Sipil yang amanah demi menghasilkan rejeki yang barokah.
#mikir keras
BalasHapuspasangan bisa disebut juga sebagai budak? --'