Membaca Dostoevsky
adalah pengalaman yang menyenangkan. Dalam bukunya Notes From Underground, saya
menemukan kritik arsitektur yang sinis. Dia mengatakan manusia abad 19 sedang bermimpi
bisa hidup dalam istana kristal, lalu membangun apartemen dan hotel dengan
dominasi elemen kaca yang mirip dengan kristal. Dua abad yang lalu hingga
sekarang, kita salah mempersepsikan apartemen dan hotel sebagai istana kristal
padahal tidak lebih dari arsitektur kandang ayam. Bagi saya, kaca membuat
manusia menjadi ikan dalam akuarium.
Saya menginap di sebuah hotel di Jember. Di ketinggian
daerah Gebang yang menawarkan pandangan luas ke bawah, melihat pemukiman
penduduk yang bersandingan dengan pohon-pohon rimbun. Jauh dari keramaian kota,
bisa melihat matahari yang beranjak pulang di sore hari. Tepat seperti yang
diinginkan para wisatawan mancanegara dan domestik yang kegirangan akan senja
dan kesepian. Seakan senja tak pernah ditemui sepanjang hidupnya, seakan-akan
kesepian adalah pelarian yang jarang dari riuhnya dunia kerja.
Dari dalam kamar saya bisa melihat dunia luar dari lantai
tiga lewat jendela yang hampir mememenuhi dinding salah satu bidang. Ini
bukanlah kamar manusia, pikir saya. Ini adalah akuarium, atau mungkin etalase.
Kamar ini tidak memungkinkan udara luar masuk secara langsung. Tidak ada aroma
pepohonan atau bau asap kendaraan. Suara kendaraan di jalan juga hanya setara
dengan suara embusan angin Air Conditioner, telinga saya hampa. Saya merasa
pusing dalam ruangan ini, mendadak terkena vertigo. Saya merasa asing dan
curiga dengan penginderaan yang saya kira tajam ini.
Apakah saya sakit? Atau ruangan ini yang membuat saya sakit?
Saya merasa mata saya disuguhkan area yang luas, mata saya
dimanjakan; tapi telinga dan hidung saya terkurung dalam ruangan berukuran lima
kali lima meter ini. Otak saya seketika menolak, dia sulit mendamaikan ketiga
indera dalam situasi seperti ini. Mendadak otak saya jatuh pada kesimpulan aneh
yang membuat saya berpikir sedang menjadi boneka dalam etalase.
Dostoevsky menganggap kaca adalah simbol kesombongan abad
perindustrian, elemen penuh pamer. Dia benci dengan kaca-kaca besar yang
dipajang menggantikan dinding-dinding batu. Meletakkan kehidupan di dalam kaca
layaknya barang jualan atau pertunjukan kemewahan
Kaca. Elemen yang manja dan malu-malu. Elemen paling sombong
setelah emas. Tidak seperti dinding, yang kata Dostoevsky sebagai pembatas
masif tanpa ada tawar-menawar, simbolik dengan pembatas moral dalam agama, kaca
menawarkan hal-hal yang rentan (apakah dengan masifnya penggunaan kaca, juga
bisa ditarik kesimpulan bahwa batasan moral agama sudah ambyar?) Kaca membuat
ruang menjadi berbatas namun tak berbatas. Membuat indera sulit berkomunikasi
satu sama lain. Sudah berapa orang yang kau buat pusing semacam ini?
Di dalam kamar, saya kira saya bisa mencium dan mendengar
sebaik saya melihat dari kaca besar, nyatanya tidak. Sebaik-baiknya penggunaan
kaca memang hanya untuk benda mati. Tidak ada makhluk hidup yang ingin berada
di dalam ruangan kaca, bahkan jika ikan mempunyai kesadaran, dia pun akan memilih
meloncat bunuh diri keluar dari akuarium. Dia akan bingung betapa kontrasnya
perabotan akuarium dengan perabotan manusia pemeliharanya. Ikan bernafas dalam
air, manusia bernafas lewat udara. Udara yang bergerak dalam air menampakkan
gelembung, sedang udara bergerak di luar akuarium tak nampak apapun. Ikan makan
dengan pakanan mengapung, dan manusia tidak makan dengan nasi yang melayang.
Dan semua itu dipisahkan oleh “KACA”.
Dan sudah pernahkah anda mendengar ikan-ikan yang memecah
akuariumnya sendiri atau melompat keluar dari zona amannya? Saya punya alasan
yang kuat untuk menganggap beberapa ikan mempunyai kesadaran. Mereka lompat dan
memberontak dari akuarium karena pusing, layaknya saya, layaknya manusia.
Manusia melihat kekhawatiran pada tumbuhnya tingkat kesadaran ikan dengan
malu-malu, mereka tidak lagi memelihara Ikan Arwana, Louhan, Patin, dan
ikan-ikan berukuran besar lainnya. Saat ini mereka memilih ikan yang berukuran
sebesar tidak lebih dari ibu jari, dan mengisi air akuarium tak lebih dari dua
per tiga penuh. Bukan, bukan karena manusia takut kehilangan nyawa ikannya,
tapi manusia takut menyadari ikan mempunyai kesadaran diri sepertinya. Sebuah
keadaan yang mengancam statusnya sebagai spesies khusus di tatanan evolusi
makhluk hidup.
![]() |
Orang Metropolitan yang punya cukup uang untuk hidup layak, tapi malah memimpikan hidup dalam kandang ayam eksklusif di gedung-gedung bertingkat |
Jika ikan pun memberontak, maka apa lagi dasar yang membuat
manusia memakai kaca? Kaca harusnya digunakan untuk membatasi ruang dimana
tidak ada makhluk hidup di dalamnya, agar tidak ada yang merasa pusing seperti
saya, atau ikan-ikan pemberontak yang umumnya adalah Ikan Arwana. Biarkan
boneka-boneka berbusana terpajang di dalam etalase masif dengan nyaman, asal
jangan Ashanty (dalam iklan Elevenia) yang jadi modelnya. Biarkan barang-barang
kosmetik, snack, parfum, minuman bersoda saja yang dikurung oleh kaca, jangan
kami.
Catatan: Setelah checkout
dari hotel saya mengalami mual seperti masuk angin, beberapa hari kemudian
terkena flu selama tiga minggu dan berat badan turun empat kilo. Aih, Cuma
gara-gara kaca?[]
*) diterbitkan di Kalatida.com (http://kalatida.com/arsitektur-kandang-ayam)
*) diterbitkan di Kalatida.com (http://kalatida.com/arsitektur-kandang-ayam)